Wednesday, 21 August 2013

Tentang pengetahuan psikologi tentang bunuh diri

KAJIAN TENTANG KECENDERUNGAN SESEORANG MEMUTUSKAN BUNUH DIRI SEBAGAI BAGIAN DARI PEMENUHAN EKSISTENSI DIRINYA


Ketika seseorang memutuskan untuk bunuh diri, maka hal yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menyebabkan seseorang untuk memutuskan untuk bunuh diri dan bagaimanakah seseorang dapat berpikir bahwa dengan bunuh diri, hal tersebut sudah merupakan bagian dari pemenuhan eksistensi diri, dan apakah tindakan yang dilakukan individu merupakan perilaku patologi atau bukan?
Mari kita lihat pengertian dari bunuh diri. Bunuh diri adalah kematian yang dibebankan pada diri dimana seseorang berusaha untuk bertindak mengakhiri hidupnya secara sengaja, langsung, dan sadar. Edwin Shneidman menguraikan bahwa ada empat macam orang yang secara sengaja mengakhiri hidupnya, yaitu:
1.     The death seeker adalah seseorang yang mengakhiri hidupnya pada waktu yang telah mereka tentukan untuk melakukan bunuh diri.
2.     The death initiator adalah seseorang yang ingin mengakhiri hidupnya, tetapi keyakinan mereka memainkan peranan bahwa proses kematian telah berlangsung dan bahwa mereka telah mempercepat proses kematian.
3.     The death ignorer tidak meyakini bahwa kematian diri mereka berarti akhir dari eksistensi mereka, tetapi mereka meyakini bahwa mereka ‘mendagangkan’ kehidupan mereka untuk eksistensi kebahagiaan yang lebih baik.
4.     The death darer adalah seseorang yang mengalami kombinasi perasaan atau ambivalen dan maksud mereka untuk mati pada waktu mereka mencoba hal tersebut, mereka juga menunjukkan ambivalensi ini dalam tindakan mereka.
Sebenarnya ada banyak faktor yang melatar-belakangi seseorang memutuskan untuk tindakan bunuh diri. Menurut Jacobs dan rekan-rekannya menyatakan bahwa bunuh diri disebabkan oleh adanya kejadian yang menimbulkan stres, hal ini dapat dilihat ketika seseorang kehilangan seseorang yang dicintai melalui kematian, perceraian, penolakan; atau hilangnya pekerjaan; atau stres yang diasosiasikan dengan bencana alam. Kaplan, Sadock, dan Grebb mengatakan bahwa bunuh diri seringkali diasosiasikan dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi atau terabaikan, konflik antara keinginan untuk bertahan dengan stres yang berat, perasaan tidak berdaya atau tidak ada harapan, menyempitnya pilihan dan kebutuhan untuk melarikan diri.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, dapat dilihat bahwa seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri tidak mempunyai kemampuan untuk menerima kenyataan yang terjadi, sehingga ia mempunyai pemikiran bahwa ada penderitaan yang akan dialami oleh dirinya baik secara fisik maupun psikis dan berkembangnya sense of hopelessness, serta pemikiran bahwa bunuh diri adalah sesuatu yang menyenangkan, dapat membuat dirinya bahagia, dan merupakan bagian dari pemenuhan eksistensi dirinya. 
Keputusan seseorang untuk bunuh diri sebagai bagian dari pemenuhan eksistensi diri mempunyai arti bahwa dengan melakukan bunuh diri, akan ada kebebasan yang didapat, lepas dari kesengsaraan dan penderitaan yang dialami. Ketika seseorang masih hidup, ia merasakan banyak penderitaan yang secara fisik dan psikis dialami sepanjang hidupnya atau banyak stressor yang dihadapi, akan tetapi tidak adanya kemampuan untuk menangani stressor tersebut menyebabkan individu menjadi distress sehinga mengakibatkan penderitaan yang bersifat lama dan meningkat. Ketika seseorang berpikir bahwa dengan meninggalkan kehidupan yang terus membuat dirinya menderita akan membuatnya lebih bebas dan bahagia, orang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Selain itu, kondisi lingkungan disekitar, seperti: teman, keluarga dan adanya pemikiran bahwa tidak ada hal yang dapat diperoleh bila terus merasakan penderitaan dalam hidup juga turut memperkuat keputusan seseorang bunuh diri sebagai bagian dari pemenuhan eksistensi diri.
Untuk melihat apakah suatu perilaku bunuh diri yang dilakukan oleh individu menyimpang atau tidak, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi individu bertingkah laku patologis atau deviant. Menurut E. M. Lemert, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku patologi individu adalah faktor aksidental dan yang mempengaruhi status dan peranan pribadi yang bersangkutan adalah melalui proses heriditer (sebagian diluar sosiologi) dan kedudukan geografik.
Selain itu, ada pula postulat atau dalil mengenai penyimpangan perilaku yang menyatakan bahwa:
  1. Tingkah laku sosiopatik mempunyai ciri khusus dan dianggap sosiopatik pada waktu dan tempat tertentu
  2. Penyimpangan perilaku merupakan produk dari konflik sosial dan konflik internal yang ditampilkan keluar dalam bentuk disorganisasi pribadi dan sosial
  3. Tingkah laku sosiopatik merupakan bentuk penyimpangan yang jelas ditolak oleh kebanyakan anggota masyarakat
  4. Penolakan masyarakat sangat tergantung pada derajat penampakan dari penyimpangan tingkah laku
  5. Masyarakat mengadakan larangan dan pembatasan terhadap kebebasan berpartisipasi para penyimpang.

       Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bunuh diri dapat termasuk dalam perilaku patologi atau penyimpangan perilaku. Hal ini disebabkan simptom yang tampak sebelum orang melakukan tindakan bunuh diri mempunyai ciri khusus yang membedakannya dengan orang lain dan bertindak secara sosiopatik pada waktu dan tempat tertentu. Hal ini dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan, perasaan yang dialami individu dan bahasa tubuh dari individu, perkataan yang disampaikan oleh individu terhadap orang lain atau cara individu berinteraksi dengan lingkungan. Melihat reaksi masyarakat terhadap seseorang yang akan melakukan tindakan bunuh diri, jelas menimbulkan larangan karena melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dimana norma sosial dalam masyarakat adalah bagaimana individu harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, baik dalam harkat dan martabat manusia termasuk bahwa manusia memiliki kebebasan untuk hidup atau merdeka, akan tetapi norma ini jelas sangat bertentangan dengan orang yang menganggap bunuh diri adalah sebagai bagian dari pemenuhan eksistensi diri.
Selain itu, sebelum seseorang memutuskan untuk bunuh diri, individu sebenarnya memiliki kesadaran bahwa adanya konflik sosial (masalah yang timbul di lingkungan yang berdampak pada dirinya) menimbulkan konflik internal dalam dirinya juga merupakan hasil yang ditampilkan oleh individu untuk melakukan penyimpangan perilaku tersebut. 

No comments:

Post a Comment