Dalam
kehidupan sehari-hari, cukup sering kita melihat seorang anak bahkan anak
remaja melakukan tindakan yang merusak atau agresif. Pada artikel ini, kami
akan memberikan sedikit informasi tentang delinquent
behavior.
Menurut
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDJG) Edisi ke-III, delinquent behavior merupakan gangguan
tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku disosial,
agresif atau menentang, yang berulang dan menetap. Contoh perilaku yang menjadi
dasar diagnosis adalah perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan,
kejam terhadap hewan atau sesama manusia, perusakan yang hebat atas barang
milik orang, membakar, pencurian, pendustaan berulang-ulang, membolos dari
sekolah, lari dari rumah, sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa, perilaku provokatif
yang menyimpang dan sikap menentang yang berat serta menetap. Diagnosis ini
tidak dianjurkan kecuali bila perilaku yang diuraikan di atas berlanjut selama
6 bulan atau lebih.
Seperti
apakah ciri-ciri dari delinquent behavior?
Ada tiga ciri-ciri utama, yaitu: kepribadian (hiperaktif, alkoholik,
psikotik, rendahnya inteligensi, postur tubuh kecil, kurang sehat, lebih banyak
pada laki-laki daripada perempuan), interaksi sosial (kurang popular dengan
teman sebaya, mengganggu di sekolah, orangtua menemukan bahwa dia adalah orang
yang sulit berinteraksi, menyukai kekerasan, kurang bekerja, dan memiliki hasil
yang buruk di sekolah, tinggal di area miskin dan berada di tingkat area
kenakalan yang tinggi), karakter keluarga (dibesarkan dalam pengawasan yang
kurang, disiplin yang tidak teratur, tinggal di keluarga dengan perilaku antisosial,
dan berada dalam keluarga miskin).
Anak
dengan gangguan delinquent behavior sebenarnya
memiliki sociological delinquent dimana
mereka memiliki masalah psikologis. Biasanya anak dengan tipe ini akan
menunjukkan satu dari tiga pola gangguan dibawah ini:
- Rasa tidak bertanggung-jawab secara berkesinambungan, agresif, dan kurang menaruh perhatian.
- Memiliki gejala neurotik.
- Memiliki perilaku antisosial.
- Sociological Delinquency. Pola ini berarti antisosial atau perilaku menyimpang secara budaya. Sifat dari delinquent ini melibatkan perilaku kelompok dan biasanya dilabeli “gang”. Sociological delinquent jarang melakukan kejahatan bagi mereka sendiri dan terutama tak mungkin untuk menyimpan rahasia dari teman sebaya tentang tindakan kriminal individual. Sociological delinquent mengikutsertakan perencanaan, perilaku yang dengan mudah melanggar hukum sebagai ekspresi dari kebutuhan dan sikap kelompok mereka.
- Characterological Delinquency. Pola ini merupakan kenakalan asosial, tidak mau bersosialisasi atau perilaku sosialisasi yang terlalu rendah. Biasanya anak dengan pola ini adalah penyendiri, tidak mempunyai keanggotaan atau kesetiaan dalam kelompok, mereka melakukan kejahatan sendiri atau bisa dalam kelompok sementara dengan satu atau dua pelaku lain mereka jarang dianggap sebagai teman, mereka tidak mengurus dua sisi kepribadian mereka [pertama adalah sisi kepercayaan dan kesetiaan yang mereka berikan untuk kelompok mereka, kedua adalah meremehkan dan tidak setia pada orang yang berada diluar kelompok mereka], mereka tidak mempercayai seorang pun dan hanya setia kepada diri mereka sendiri meskipun mereka mungkin berpura-pura percaya dan setia ketika mereka ingin mencapai tujuannya. Dalam hal ini, pelanggaran terjadi sebagai konsekuensi dari pengabaian mereka atas hak-hak dan perasaan orang lain dan ketidak-mampuan atau ketidak-mauan mereka untuk mengontrol perilaku mereka. Orang-orang dengan pola ini lebih mencerminkan keagresifan, ketamakan, dan senang memperhatikan bagaimana seseorang dapat menderita. Selain itu, orientasi interpersonal dan pola perilaku dari characterological delinquency merupakan bentuk tanjakan suatu kondisi khususnya didiagnosa dalam setting klinis sebagai psikopatik atau antisocial personality disorder.
- Neurotic delinquency. Anak dengan pola ini sering mencoba untuk mendapatkan reaksi dari orang lain terhadap kebutuhan yang mereka rasa dilewatkan atau diabaikan dimana kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang paling mendasar, seperti: komunikasi, kebutuhan untuk dikenali dan dihormati, dan kebutuhan untuk mencari pertolongan. Dalam interaksi dengan keluarga, anak dengan neurotic delinquency biasa memiliki sikap bermusuhan dengan orangtua mereka karena orangtua mereka seringkali tidak mengenali kebutuhan mereka begitu juga dengan orangtua, orangtua mereka seringkali memusuhi anak mereka karena kelakuan buruk anaknya. Contoh: mereka berasumsi bahwa anak mereka telah mencuri atau mabuk, berperilaku tak senonoh tanpa menanyakan terlebih dahulu di mana anak mereka sebelumnya. Atau sebaliknya, orangtua tidak melihat kesalahan apapun dari anak mereka sehingga anak mereka disiplin dengan cara yang plin-plan dimana ini mengindikasikan bahwa orangtua secara diam-diam menyetujui perilaku merusak si anak.
- Psychotic and organic delinquency. Dibawah ini adalah beberapa kejadian delinquent behavior yang diakibatkan oleh penyebab psikologis, yaitu: bentuk gejala neurotik, gangguan karakter antisosial, psikotik (contoh: schizophrenia (adanya persepsi tidak realistik terhadap lingkungan, pernyataan yang salah mengenai konsekuensi dari tindakan, dan terbatasnya kemampuan untuk mengontrol diri mereka kepada perilaku antisosial), dan gangguan otak (contoh: gangguan kurang perhatian, lemahnya kontrol impuls, rendahnya harga diri, adanya disfungsi otak pada lobus temporalis yang menghasilkan episode marah, dan perilaku antisosial).
Adapun faktor risiko delinquent behavior¸yaitu faktor kognisi
sosial yang meliputi: Karakteristik hubungan keluarga, parenting skill, information-processing
skill, keyakinan individual, hubungan teman sebaya, keluarga (sejarah
keluarga dari perilaku bermasalah, masalah dalam pengaturan keluarga, konflik
keluarga, sikap orangtua yang mendukung dan keterlibatannya dalam perilaku
bermasalah), sekolah (perilaku awal dan menetap, kegagalan akademik dimulai
pada akhir sekolah dasar, kurangnya komitmen untuk sekolah), individu atau teman
sebaya (pengasingan dan kenakalan, teman yang mengajak untuk berperilaku negatif,
sikap yang mendukung terhadap perilaku bermasalah, awal mula perilaku
bermasalah, faktor konstitusional), dan komunitas (tersedianya senjata api,
hukum dan norma komunitas masyarakat yang mendukung terhadap pengguna
obat-obatan, senjata api, dan kejahatan, kurang tertarik pada tetangga dan
ketidak-teraturan masyarakat, kekurangan ekonomi yang ekstrim). Sedangkan
faktor protektif delinquent behavior, yaitu:
communication skill, manajemen
keluarga terhadap stress eksternal, mengubah norma sekolah terhadap penguatan
untuk mengurangi agresi, dan jaringan teman sebaya prososial.
Selanjutnya,
treatment yang tepat untuk anak dengan delinquent
behavior dapat dilihat dari tingkat kecenderungannya berdasarkan tiga hal
dibawah ini, yaitu:
- Sociological Delinquency. Mengenai treatment, hal yang perlu diperhatikan adalah cara anak-anak berusaha untuk melawan perilaku antisosial tersebut yang fokusnya lebih pada prevensi (melalui perubahan sosial). Usaha ini meliputi: program tindakan sosial seperti organization of neighborhood citizen’s committees, job-upgrading project, home-study program, korps perlindungan pemuda, dan The Police Athletic League. Selain itu, treatment yang dapat dilakukan dapat berupa treatment psikologis, konseling, dan psikoterapi yang lebih fokus pada edukasional.
- Characterological Delinquency. Sebenarnya anak dengan characterological delinguency sangat sulit untuk di treatment karena mereka jarang percaya dan mau mengenal orang lain, tidak bertanggung-jawab, dan antisosial. Oleh karena itu, butuh terapis yang paling berkompeten untuk menemukan cara yang tepat dalam memodifikasi perilaku delinquent tersebut.
- Neurotic Delinquency. Intervensi neurotic delinquents lebih fokus pada kebutuhan dimana mereka mencoba untuk menyampaikan perilaku masalah mereka. Para intervensi ini, terapis bekerja untuk membentuk hubungan treatment yang positif dengan cara mencari motif dari perilaku buruk mereka yang dapat menyebabkan konsekuensi negatif bagi diri sendiri, membuat pemahaman yang lebih konstruktif pada anak dengan cara memperoleh rasa hormat dari guru, teman sebaya, terutama orangtua. Peran orangtua ini sangat penting karena orangtua dari anak neurotic delinquent dapat membantu untuk memahami masalah perilaku anak mereka.
No comments:
Post a Comment