Thursday, 22 August 2013

Explanation about Children Psycholinguistic

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK


  
Kapan pertama kali anak mulai berbahasa? Bagaimana anak dapat memeroleh bahasa? Artikel kali ini, kami akan membahas tentang Pemerolehan Bahasa Anak. Pemerolehan Bahasa Anak merupakan proses anak untuk mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal. Secara keseluruhan, proses pemerolehan bahasa anak adalah rangkaian kesatuan yang sifatnya berkesinambungan dimana anak akan belajar mengucapkan satu kata sederhana menuju ke gabungan kata yang lebih sulit.

Apa tujuan dan manfaat dari pemerolehan bahasa anak? Sebenarnya anak mudah mengekspresikan perasaannya, keinginannya, pendiriannya dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Anak belajar bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur dan rapi, namun bukan secara otomatis dapat dikatakan bahwa anak dapat menguasai bahasa yang telah diucapkannya dengan baik.

Seperti apakah bentuk dan proses pemerolehan anak? Bentuk pemerolehan bahasa anak dibagi menjadi dua, yaitu: pemerolehan bahasa pertama anak (B1) & pemerolehan bahasa kedua anak (B2).

Proses pemerolehan bahasa pertama anak (B1), yaitu:
  1. Pada beberapa bulan pertama kehidupan bayi, menangis adalah perilaku bayi pada saat lahir untuk berkomunikasi dengan dunia. Pada saat yang sama, bayi juga akan memperlihatkan respon yang mengagumkan terhadap suara atau bunyi yang keras dan bermain dengan air liur.
  2. Kemudian usia 3 hingga 6 bulan berikutnya, bayi suara seperti “goo-goo” atau “ba...ba” dimana tidak makna khusus dari celoteh bayi ini.
  3. Pada usia 6 hingga 9 bulan, bayi mulai memahami kata-kata pertama mereka seperti “ma-ma” (memanggil mama) atau “cu-cu” (meminta susu).
  4. Pada usia 9 hingga 15 bulan, bayi sudah memiliki 50 kosa kata, namun mereka belum dapat mengutarakan kosa kata itu secara lisan.

Proses pemerolehan bahasa kedua anak (B2), yaitu: Pada usia 18 hingga 24 bulan, bayi mengucapkan pernyataan yang terdiri 2 kata.  Kekayaan makna kata yang dikomunikasikan atas ucapan 2 kata, meliputi:
Identifikasi : lihat kucing.
Lokasi : buku ada.
Pengulangan : susu lagi.
Menyangkal : bukan anjing.
Sifat : mobil besar.
Tindakan seseorang : mama jalan.   
Tindakan-objek langsung : tabrak kamu.
Tindakan-objek tidak langsung : kasih papa.
Pertanyaan : Mana bola?

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui proses anak untuk berbahasa. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian bagi kita para pemerhati anak dan orangtua anak bahwa ada tahap-tahap anak untuk mengucapkan kata hingga tahap anak untuk mengucapkan dua suku kata dan selanjutnya kalimat. Akan tetapi, dalam kenyataan orangtua anak dan para pemerhati anak seringkali mengajarkan anak yang sudah berusia dua tahun untuk mengucapkan kata seperti anak usia 9 bulan, misalnya, “mimik cucu… (minum susu), mau mamam… (mau makan)”. Ingat, bahwa anak harus diajarkan berbahasa dengan baik, perhatikan usia anak sesuai dengan tahapan perkembangannya. 

Wednesday, 21 August 2013

Explanation about Internet Addiction Disorders

INTERNET ADDICTION DISORDERS (IAD)


Istilah internet addiction bukanlah istilah yang asing lagi bagi kita saat ini seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi dan pola perilaku manusia berhubungan dengan hal itu. Memang internet jika dipergunakan dengan tujuan positif tentunya dapat meningkatkan kemampuan secara kognitif terhadap si pengguna, akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah penyalah-gunaan terhadap internet yang berdampak negatif dalam setiap aspek kehidupan pengguna. Artikel ini akan membahas tentang internet addiction disorders mulai dari gejala hingga treatment yang dapat dilakukan untuk menangani para pecandu internet.
Menurut American Psychiatric Association (APA), gejala Internet Addiction Disorder (IAD) adalah gangguan psikologis yang meliputi gejala, seperti:
  1. Efek toleransi yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan durasi online di internet atau menurunnya kepuasan menggunakan internet dalam durasi online yang sama secara signifikan.
  2. Withdrawal symptom yang ditandai dengan munculnya gejala gerakan psikomotor yang tidak dikehendaki, kecemasan, obsesi tentang apa yang terjadi dalam internet, gerakan-gerakan tangan mengetik yang dikehendaki ataupun tidak dikehendaki. Gejala-gejala ini dapat mengganggu atau dapat menyebabkan distress dalam fungsi jabatan, individual maupun sosial.
  3. Gangguan emosi, seperti: cepat marah, tersinggung, agresif.
  4. Gangguan pada hubungan sosial, seperti: aktivitas-aktivitas sosial yang penting, kesibukan, atau rekreasi menjadi berkurang karena penggunaan internet. Hal ini berisiko kehilangan hubungan-hubungan relasi yang penting, pekerjaan, pendidikan kesempatan berkarir karena penggunaan internet yang berlebihan. 


Gejala-gejala lain yang dapat kita lihat pada para pecandu internet adalah hampa, cemas, gelisah, depresi, dan mudah tersinggung bila tidak berada di depan komputer, menderita gejala menarik diri (seperti: perasaan tidak berdaya, depresi, bahkan tangan menggigil) ketika sedang tidak mengakses atau mengurangi waktu penggunaan internet., penolakan terhadap apa yang terjadi terhadap dirinya dan menyangkal kegagalan dalam hal akademis (denial), kurang tidur dan kelelahan yang berlebihan, merasionalisasi bahwa apa yang dipelajari dari internet lebih baik dari yang didapat di sekolah, kurang bertanggung-jawab pada aktivitas yang seharusnya dilakukan, kesehatan yang menurun drastis, seperti: mata kering, dan cedera karena gerakan yang terus diulang pada pergelangan tangan, dan menyembunyikan penggunaan internet dari keluarga atau teman.
Apa yang menjadi faktor penyebab seseorang menjadi pecandu internet?
  1. Fasilitas yang sangat mudah, murah, jangkauannya luas, dan bisa diakses kapan saja (tanpa mengenal waktu).
  2. Fasilitas yang dapat memberikan atau menawarkan sesuatu yang diinginkan oleh individu dan sifat penyajiannya menarik, seperti: suara, gambar, teks multimedia yang memukau.
  3. Kurangnya kasih sayang yang didapat dari lingkungan sekitar, sehingga internet menjadi wadah melarikan diri dari perasaan bersalah atau depresi, mirip seperti peran obat penenang yang kerap dipakai orang yang sering cemas atau gelisah.
  4. Karena daya tarik fisik, minat, tujuan, perilaku dan sikap individu tidak diterima oleh keinginan lingkungan, maka individu tidak punya keberanian untuk berinteraksi secara langsung dengan dunia nyata sehingga lebih memilih untuk berinteraksi di dunia maya.


Adapun dampak dari internet addiction disorders adalah terbengkalainya pekerjaan atau terganggunya konsentrasi terhadap pekerjaan, depresi (dapat diukur dengan mendeteksi melalui munculnya impuls negatif di otak manusia), penurunan prestasi belajar, peningkatan perilaku agresif dan bengis, hubungan pribadi menjadi buruk, keterasingan dari realitas, dan mengalami kesulitan financial karena tagihan penggunaan internet yang terlalu banyak.
Menurut John M Grohol, Psy. D., ada fase tertentu dari perilaku adiksi terhadap internet. Sebagian besar pengguna internet yang mengalami adiksi terhadap internet adalah pendatang baru di dunia internet, mereka ini memasuki tahap satu dan melibatkan diri mereka dengan sangat dalam lingkungan baru tersebut. Lingkungan baru ini kemudian menjadi lebih penting daripada hal lain yang ada dalam kehidupan seseorang, yang membuat individu kemudian menjadi “terikat” dalam fase pertama atau yang disebutnya sebagai fase aklimasi dimana dalam jangka waktu yang cukup lama digunakan seseorang ketika mencoba mengenal teknologi atau produk baru.
Menurut Walther, aktivitas online ini merupakan aktivitas yang berfase dimana orang pertama kali terlibat dalam suatu aktivitas yang dikarakteristikkan oleh sesuatu seperti obsesi, yang mana fase berikutnya oleh kekecewaan pada chatting, yang diikuti dengan pengurangan frekuensi penggunaan, dan pada fase terakhir, keseimbangan dapat dicapai ketika aktivitas mengobrol online (chatting) dinormalkan kembali.
Untuk pengguna yang sudah bertahan lama (existing users), model ini dapat menjelaskan ketergantungan mereka melalui penggunaan berlebih yang maksudnya adalah dengan menemukan aktivitas online yang baru sehingga mereka tetap berkutat dengan internet. Para existing user ini memiki kemudahan yang lebih daripada pengguna internet yang baru dalam menemukan aktivitas online yang baru seperti ruang chatting yang menarik, newsgroup, atau website yang dapat membuat mereka kembali mengalami model ini.
Berikut adalah beberapa tips singkat untuk mengurangi kecanduan internet, yaitu:
  1. Mencari tahu masalahnya. Jika individu menggunakan internet sebagai pelarian dari masalah depresi, gelisah, atau masalah hubungan, bukan internet tempat pelariannya. Memanfaatkan internet sebagai tempat pelarian hanya akan membuat individu semakin candu dengan internet. Psikoterapi bisa menjadi alternatif solusinya dimana individu bisa belajar keahlian bagaimana mengatur stres dengan baik.
  2. Mengenali pemicunya. Menjadi seorang pecandu internet tentu karena dipicu suatu hal. Oleh karena itu, individu perlu mencari tahu dan mengenali pemicunya: apakah individu bosan, stres atau kesepian? Jika hal tersebut adalah penyebabnya, maka dapat dibuat daftar cara alternatif untuk mengatasi perasaan itu.
  3. Mengurangi sedikit demi sedikit kebiasaan berlama-lama di internet. Bagi yang sudah kecanduan dengan internet, dapat mengurangi sedikit demi sedikit kebiasaan ‘bergaul’ terlalu lama di internet dari 10 jam menjadi 4 atau 3 jam.
  4. Mengubah pola kebiasaan online. Salah satu cara mengurangi ketergantungan internet adalah dengan mengubah pola kebiasaan berinternet. Mengubah kebiasaan itu dengan cara menelepon langsung orang yang kita cari (hal ini lebih baik daripada mengirimkan email), mengubah kebiasaan individu berbelanja secara ‘maya’ di internet dengan cara berbelanja langsung ke toko-toko nyata.
  5. Mengatur ulang jadwal rutinitas. Jika individu biasanya memeriksa email pada pagi hari setelah bangun tidur, dapat dilakukan dengan memeriksa email tersebut setelah sarapan.


Berikut adalah beberapa treatment yang biasa digunakan, yaitu:
  1. Melalui pusat rehabilitasi. Bagi individu yang mengalami kecanduan internet, biasanya akan di rehabilitasi di Pusat rehabilitasi. Contoh pusat rehabilitasi seperti yang berada di Provinsi Guandong, Tiongkok, yang dikelola oleh militer. Selama menjalani kegiatan rehabilitasi, individu diperlakukan layaknya seperti kegiatan orang militer, yang meliputi: bangun jam 6 pagi dan langsung menjalani latihan fisik, konseling dengan psikiater, bermain perang-perangan ketika waktu istirahat, membersihkan kamar dan mencuci baju, dan bagi tingkat kecanduan yang parah dapat menggunakan pengobatan tradisional Tiongkok, yakni dengan kejutan listrik pada beberapa bagian tubuh, namun hal ini diberlakukan bagi individu yang mempunyai masalah tidur yang cukup serius. Tujuan dari aktivitas treatment diatas adalah untuk mengajarkan kepada pecandu bahwa ada kehidupan nyata selain di dunia maya.
  2. Interventions Self-Help. Mengikuti Model Patologis terjadinya adiksi pada internet yang disampaikan oleh Grohol, bahwa semua aktivitas yang bersifat online memiliki fase tertentu, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai tahap ketiga atau tahap terakhir tanpa bantuan orang lain atau dengan motivasi yang berasal dari dalam diri mereka sendiri (Intrinsik Motivation). Sebagian besar orang dewasa akan dengan sendirinya belajar bagaimana menjadi orang yang bertanggung-jawab dalam menjadikan pemakaian internet sebagai bagian dalam hidup mereka sehingga diharapkan mereka dapat membatasi dirinya sendiri dalam pemakaian internet. Jika mengikuti model Grohol, pencapaian tahap kedua dan ketiga dapat terbantu jika individu sadar akan pembatasan pemakaian internet dan tidak masuk dalam kategori kecanduan internet dengan mengulang model Grohol sebagai Existing User.

Tentang pengetahuan psikologi tentang bunuh diri

KAJIAN TENTANG KECENDERUNGAN SESEORANG MEMUTUSKAN BUNUH DIRI SEBAGAI BAGIAN DARI PEMENUHAN EKSISTENSI DIRINYA


Ketika seseorang memutuskan untuk bunuh diri, maka hal yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menyebabkan seseorang untuk memutuskan untuk bunuh diri dan bagaimanakah seseorang dapat berpikir bahwa dengan bunuh diri, hal tersebut sudah merupakan bagian dari pemenuhan eksistensi diri, dan apakah tindakan yang dilakukan individu merupakan perilaku patologi atau bukan?
Mari kita lihat pengertian dari bunuh diri. Bunuh diri adalah kematian yang dibebankan pada diri dimana seseorang berusaha untuk bertindak mengakhiri hidupnya secara sengaja, langsung, dan sadar. Edwin Shneidman menguraikan bahwa ada empat macam orang yang secara sengaja mengakhiri hidupnya, yaitu:
1.     The death seeker adalah seseorang yang mengakhiri hidupnya pada waktu yang telah mereka tentukan untuk melakukan bunuh diri.
2.     The death initiator adalah seseorang yang ingin mengakhiri hidupnya, tetapi keyakinan mereka memainkan peranan bahwa proses kematian telah berlangsung dan bahwa mereka telah mempercepat proses kematian.
3.     The death ignorer tidak meyakini bahwa kematian diri mereka berarti akhir dari eksistensi mereka, tetapi mereka meyakini bahwa mereka ‘mendagangkan’ kehidupan mereka untuk eksistensi kebahagiaan yang lebih baik.
4.     The death darer adalah seseorang yang mengalami kombinasi perasaan atau ambivalen dan maksud mereka untuk mati pada waktu mereka mencoba hal tersebut, mereka juga menunjukkan ambivalensi ini dalam tindakan mereka.
Sebenarnya ada banyak faktor yang melatar-belakangi seseorang memutuskan untuk tindakan bunuh diri. Menurut Jacobs dan rekan-rekannya menyatakan bahwa bunuh diri disebabkan oleh adanya kejadian yang menimbulkan stres, hal ini dapat dilihat ketika seseorang kehilangan seseorang yang dicintai melalui kematian, perceraian, penolakan; atau hilangnya pekerjaan; atau stres yang diasosiasikan dengan bencana alam. Kaplan, Sadock, dan Grebb mengatakan bahwa bunuh diri seringkali diasosiasikan dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi atau terabaikan, konflik antara keinginan untuk bertahan dengan stres yang berat, perasaan tidak berdaya atau tidak ada harapan, menyempitnya pilihan dan kebutuhan untuk melarikan diri.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, dapat dilihat bahwa seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri tidak mempunyai kemampuan untuk menerima kenyataan yang terjadi, sehingga ia mempunyai pemikiran bahwa ada penderitaan yang akan dialami oleh dirinya baik secara fisik maupun psikis dan berkembangnya sense of hopelessness, serta pemikiran bahwa bunuh diri adalah sesuatu yang menyenangkan, dapat membuat dirinya bahagia, dan merupakan bagian dari pemenuhan eksistensi dirinya. 
Keputusan seseorang untuk bunuh diri sebagai bagian dari pemenuhan eksistensi diri mempunyai arti bahwa dengan melakukan bunuh diri, akan ada kebebasan yang didapat, lepas dari kesengsaraan dan penderitaan yang dialami. Ketika seseorang masih hidup, ia merasakan banyak penderitaan yang secara fisik dan psikis dialami sepanjang hidupnya atau banyak stressor yang dihadapi, akan tetapi tidak adanya kemampuan untuk menangani stressor tersebut menyebabkan individu menjadi distress sehinga mengakibatkan penderitaan yang bersifat lama dan meningkat. Ketika seseorang berpikir bahwa dengan meninggalkan kehidupan yang terus membuat dirinya menderita akan membuatnya lebih bebas dan bahagia, orang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Selain itu, kondisi lingkungan disekitar, seperti: teman, keluarga dan adanya pemikiran bahwa tidak ada hal yang dapat diperoleh bila terus merasakan penderitaan dalam hidup juga turut memperkuat keputusan seseorang bunuh diri sebagai bagian dari pemenuhan eksistensi diri.
Untuk melihat apakah suatu perilaku bunuh diri yang dilakukan oleh individu menyimpang atau tidak, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi individu bertingkah laku patologis atau deviant. Menurut E. M. Lemert, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku patologi individu adalah faktor aksidental dan yang mempengaruhi status dan peranan pribadi yang bersangkutan adalah melalui proses heriditer (sebagian diluar sosiologi) dan kedudukan geografik.
Selain itu, ada pula postulat atau dalil mengenai penyimpangan perilaku yang menyatakan bahwa:
  1. Tingkah laku sosiopatik mempunyai ciri khusus dan dianggap sosiopatik pada waktu dan tempat tertentu
  2. Penyimpangan perilaku merupakan produk dari konflik sosial dan konflik internal yang ditampilkan keluar dalam bentuk disorganisasi pribadi dan sosial
  3. Tingkah laku sosiopatik merupakan bentuk penyimpangan yang jelas ditolak oleh kebanyakan anggota masyarakat
  4. Penolakan masyarakat sangat tergantung pada derajat penampakan dari penyimpangan tingkah laku
  5. Masyarakat mengadakan larangan dan pembatasan terhadap kebebasan berpartisipasi para penyimpang.

       Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bunuh diri dapat termasuk dalam perilaku patologi atau penyimpangan perilaku. Hal ini disebabkan simptom yang tampak sebelum orang melakukan tindakan bunuh diri mempunyai ciri khusus yang membedakannya dengan orang lain dan bertindak secara sosiopatik pada waktu dan tempat tertentu. Hal ini dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan, perasaan yang dialami individu dan bahasa tubuh dari individu, perkataan yang disampaikan oleh individu terhadap orang lain atau cara individu berinteraksi dengan lingkungan. Melihat reaksi masyarakat terhadap seseorang yang akan melakukan tindakan bunuh diri, jelas menimbulkan larangan karena melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dimana norma sosial dalam masyarakat adalah bagaimana individu harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, baik dalam harkat dan martabat manusia termasuk bahwa manusia memiliki kebebasan untuk hidup atau merdeka, akan tetapi norma ini jelas sangat bertentangan dengan orang yang menganggap bunuh diri adalah sebagai bagian dari pemenuhan eksistensi diri.
Selain itu, sebelum seseorang memutuskan untuk bunuh diri, individu sebenarnya memiliki kesadaran bahwa adanya konflik sosial (masalah yang timbul di lingkungan yang berdampak pada dirinya) menimbulkan konflik internal dalam dirinya juga merupakan hasil yang ditampilkan oleh individu untuk melakukan penyimpangan perilaku tersebut. 

Monday, 19 August 2013

Explanation about Life Span Development


PERKEMBANGAN INTI DALAM DELAPAN PERIODE RENTANG KEHIDUPAN


Artikel ini akan membahas hal yang akan terjadi pada setiap perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial dalam delapan periode rentang kehidupan, yaitu:

Periode Pra-Lahir
Untuk perkembangan fisik diawali dengan terjadinya kehamilan, adanya interaksi antara bakat genetik dengan pengaruh lingkungan, terbentuknya struktur fisik dasar dan organ, mulainya pertumbuhan otak, terjadinya pertumbuhan fisik yang paling cepat dalam sepanjang rentan kehidupan, dan kerentanan terhadap pengaruh lingkungan yang sangat besar, sedangkan perkembangan kognitif ditandai dengan berkembangnya kemampuan untuk belajar, mengingat, dan merespon terhadap stimuli sensoris. Dalam perkembangan psikososial, janin mulai merespon suara ibu dan mulai mengembangkan rasa suka terhadap suara tersebut.

Bayi – Bayi Tiga Tahun
Untuk perkembangan fisik, bayi saat lahir mulai meningkatkan semua sensor dan fungsi sistem tubuh yang dimilikinya, otak juga bertumbuh dalam hal kompleksitas dan sangat sensitive terhadap pengaruh lingkungan, perkembangan keterampilan motorik juga akan terlihat sangat cepat, sedangkan perkembangan kognitif, pada minggu pertama bayi akan mampu belajar dan mengingat sesuatu yang telah ada, ia juga mulai mampu menggunakan simbol dan dapat memecahkan masalah di akhir tahun kedua, serta perkembangan terjadi cukup cepat dalam hal pemahaman dan penggunaan bahasa. Dalam perkembangan psikososial, bayi mulai terikat kepada orangtua dan orang lain, kesadaran dirinya juga mulai terbentuk, terjadi peralihan dari ketergantungan kepada otonomi, serta terjadi peningkatan terhadap ketertarikan pada anak-anak lain.

Masa kanak-kanak awal (Usia 3 – 6 tahun)
Untuk perkembangan fisik, pertumbuhan anak-anak berlangsung dengan kecepatan stabil, penampilan menjadi lebih langsing, dan proposirnya makin menyerupai orang dewasa, selera makan menghilang dan akan mengalami kesulitan tidur, keterampilan tangan mulai tampak dan semakin kuat dalam keterampilan motorik halus dan mendasar, sedangkan dalam perkembangan kognitif anak-anak mulai masuk pada tahap pemikiran egosentris akan tetapi pemahamannya terhadap perspektif orang lain akan semakin meningkat, terjadi ketidak-matangan kognitif yang mengarah pad aide yang tidak logis tentang dunia dan peningkatan pada ingatan dan bahasa, kecerdasan menjadi lebih mudah diprediksi, dan merupakan hal biasa untuk masuk pre-school terlebih lagi taman kanak-kanak. Untuk perkembangan psikososial, konsep diri dan pemahaman anak-anak terhadap emosi mulai tumbuh dan ada penghargaan terhadap diri sendiri, terjadi peningkatan pada inisiatif, independen, dan kontrol diri, identitas gender dibangun, permainan menjadi lebih imajinatif dan lebih sosial, serta hal yang akan biasa muncul adalah kebersamaan, agresi, dan rasa takut.

 Masa kanak-kanak (Usia 6 – 11 tahun)
Untuk perkembangan fisik, pertumbuhan melambat, terjadi peningkatan kekuatan dan keterampilan atletis, hal yang biasa terjadi adalah sakit saluran pernapasan akan tetapi secara umum tingkat kesehatannya terbaik dibandingkan dengan periode umur lain, sedangkan perkembangan kognitif egosentrisme mulai menghilang dan anak-anak mulai berpikir logis namun konkrit, terjadi peningkatan terhadap kemampuan daya ingat dan kemampuan berbahasa, keunggulan kognitif memungkinkan anak mendapatkan keuntungan dari sekolah formal. Dalam hal perkembangan psikososial, konsep diri anak-anak usia ini menjadi lebih kompleks dan lebih memengaruhi kepercayaan diri, ada pengaturan bersama yang merefleksikan perubahan gradual dalam kontrol orangtua kepada anak-anak, dan hal yang menjadi penting bagi anak-anak adalah teman sebaya.

Masa remaja (Usia 11 – 20 tahun)
Untuk perkembangan fisik, pertumbuhan dan perubahan lainnnya akan berlangsung cepat dan intens, terjadi kematangan organ reproduksi, dan mulai berrisiko kesehatan yang bersumber dari isu perilaku, seperti: penyimpangan pola makan dan penyalah-gunaan obat. Dalam hal perkembangan kognitif, ada perkembangan kemampuan berpikir secara abstrak dan menggunakan alasan ilmiah, pemikiran yang kurang dewasa akan terus berlangsung dalam sikap dan perilaku tertentu, pendidikan difokuskan pada persiapan memasuki universitas atau bekerja, sedangkan perkembangan psikososial, anak remaja mulai mencari identitas termasuk identitas seksual menjadi isu sentral, secara umum hubungan dengan orangtua berlangsung baik, dan kelompok sebaya membantu mengembangkan dan menguji konsep diri tetapi juga dapat menimbulkan pengaruh antisosial.

Masa dewasa (Usia 20 – 40 tahun)
Untuk perkembangan fisik, kondisi fisik mulai mencapai puncak dan kemudian secara perlahan akan menurun, ada pilihan gaya hidup yang memengaruhi kesehatan individu, sedangkan dalam hal perkembangan kognitif, kemampuan kognitif dan penilaian moral individu diasumsikan lebih kompleks, dan ada pilihan pendidikan serta karir yang dibuat. Untuk perkembangan psikososial, sifat dan gaya kepribadian relatif stabil akan tetapi perubahan kepribadian akan mungkin terjadi akibat umur dan peristiwa hidup, individu mulai mampu membuat keputusan tentang hubungan yang lebih intim dan gaya hidup personal, serta sebagian besar orang dewasa awal akan masuk dalam pernikahan dan sebagian besar menjadi orangtua.

Masa dewasa tengah (Usia 40 – 65 tahun)
Untuk perkembangan fisik, terjadi penurunan dalam hal sensoris, kesehatan, stamina, dan keterampilan, wanita akan mengalami menopause, sedangkan perkembangan kognitif sebagian besar kemampuan mental dasar melemah, terjadi peningkatan kepakaran dan kepraktisan pemecahan masalah, terjadi penurunan terhadap pengeluaran kreativitas akan tetapi ada peningkatan yang terjadi dalam hal kualitasnya, bagi sebagian orang, kesuksesan karir dan pemasukan secara finansial akan mencapai puncak, namun bagi yang lain, penderitaan memuncak dan perubahan karir mungkin saja terjadi. Dalam hal perkembangan psikososial, rasa identitas akan terus berkembang dan terjadi stres akibat transisi paruh baya, ada tanggung jawab ganda yang dapat menimbulkan stres yakni anak dan orangtua, serta perginya anak telah meninggalkan “sarang yang kosong”.

Masa dewasa akhir (Usia 65 tahun - …)
Untuk perkembangan fisik, sebagian besar berada dalam kondisi sehat dan aktif, walaupun kesehatan dan kemampuan fisik menurun hingga tingkat tertentu, terjadi keterlambatan dalam berreaksi yang dapat memengaruhi beberapa aspek fungsi, sedangkan dalam perkembangan kognitif, sebagian besar orang di usia ini waspada secara mental dan terjadi penurunan pada beberapa area seperti kecerdasan dan daya ingat, akan tetapi sebagian besar orang akan menemukan jalan untuk mengkompensasikannya. Dalam perkembangan psikososial, pensiun dari pekerjaan mungkin menawarkan pilihan baru dalam memanfaatkan waktu, individu lansia juga harus menghadapi kehilangan personal dan kematan, hubungan dengan keluarga dan teman dekat dapat memberikan dukungan yang penting, dan pencarian terhadap makna hidup menjadi hal yang sangat penting.


Wednesday, 14 August 2013

Explanation about Delinquent Behavior


Dalam kehidupan sehari-hari, cukup sering kita melihat seorang anak bahkan anak remaja melakukan tindakan yang merusak atau agresif. Pada artikel ini, kami akan memberikan sedikit informasi tentang delinquent behavior.

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDJG) Edisi ke-III, delinquent behavior merupakan gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku disosial, agresif atau menentang, yang berulang dan menetap. Contoh perilaku yang menjadi dasar diagnosis adalah perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan, kejam terhadap hewan atau sesama manusia, perusakan yang hebat atas barang milik orang, membakar, pencurian, pendustaan berulang-ulang, membolos dari sekolah, lari dari rumah, sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa, perilaku provokatif yang menyimpang dan sikap menentang yang berat serta menetap. Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila perilaku yang diuraikan di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.

Seperti apakah ciri-ciri dari delinquent behavior? Ada tiga ciri-ciri utama, yaitu: kepribadian (hiperaktif, alkoholik, psikotik, rendahnya inteligensi, postur tubuh kecil, kurang sehat, lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan), interaksi sosial (kurang popular dengan teman sebaya, mengganggu di sekolah, orangtua menemukan bahwa dia adalah orang yang sulit berinteraksi, menyukai kekerasan, kurang bekerja, dan memiliki hasil yang buruk di sekolah, tinggal di area miskin dan berada di tingkat area kenakalan yang tinggi), karakter keluarga (dibesarkan dalam pengawasan yang kurang, disiplin yang tidak teratur, tinggal di keluarga dengan perilaku antisosial, dan berada dalam keluarga miskin).

Anak dengan gangguan delinquent behavior sebenarnya memiliki sociological delinquent dimana mereka memiliki masalah psikologis. Biasanya anak dengan tipe ini akan menunjukkan satu dari tiga pola gangguan dibawah ini:
  • Rasa tidak bertanggung-jawab secara berkesinambungan, agresif, dan kurang menaruh perhatian.
  • Memiliki gejala neurotik.
  • Memiliki perilaku antisosial.
Ada beberapa tipe dari delinquent behavior, yaitu:
  1. Sociological Delinquency. Pola ini berarti antisosial atau perilaku menyimpang secara budaya. Sifat dari delinquent ini melibatkan perilaku kelompok dan biasanya dilabeli “gang”. Sociological delinquent jarang melakukan kejahatan bagi mereka sendiri dan terutama tak mungkin untuk menyimpan rahasia dari teman sebaya tentang tindakan kriminal individual. Sociological delinquent mengikutsertakan perencanaan, perilaku yang dengan mudah melanggar hukum sebagai ekspresi dari kebutuhan dan sikap kelompok mereka.
  2. Characterological Delinquency. Pola ini merupakan kenakalan asosial, tidak mau bersosialisasi atau perilaku sosialisasi yang terlalu rendah. Biasanya anak dengan pola ini adalah penyendiri, tidak mempunyai keanggotaan atau kesetiaan dalam kelompok, mereka melakukan kejahatan sendiri atau bisa dalam kelompok sementara dengan satu atau dua pelaku lain mereka jarang dianggap sebagai teman, mereka tidak mengurus dua sisi kepribadian mereka [pertama adalah sisi kepercayaan dan kesetiaan yang mereka berikan untuk kelompok mereka, kedua adalah meremehkan dan tidak setia pada orang yang berada diluar kelompok mereka], mereka tidak mempercayai seorang pun dan hanya setia kepada diri mereka sendiri meskipun mereka mungkin berpura-pura percaya dan setia ketika mereka ingin mencapai tujuannya. Dalam hal ini, pelanggaran terjadi sebagai konsekuensi dari pengabaian mereka atas hak-hak dan perasaan orang lain dan ketidak-mampuan atau ketidak-mauan mereka untuk mengontrol perilaku mereka. Orang-orang dengan pola ini lebih mencerminkan keagresifan, ketamakan, dan senang memperhatikan bagaimana seseorang dapat menderita. Selain itu, orientasi interpersonal dan pola perilaku dari characterological delinquency merupakan bentuk tanjakan suatu kondisi khususnya didiagnosa dalam setting klinis sebagai psikopatik atau antisocial personality disorder.
  3. Neurotic delinquency. Anak dengan pola ini sering mencoba untuk mendapatkan reaksi dari orang lain terhadap kebutuhan yang mereka rasa dilewatkan atau diabaikan dimana kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang paling mendasar, seperti: komunikasi, kebutuhan untuk dikenali dan dihormati, dan kebutuhan untuk mencari pertolongan. Dalam interaksi dengan keluarga, anak dengan neurotic delinquency biasa memiliki sikap bermusuhan dengan orangtua mereka karena orangtua mereka seringkali tidak mengenali kebutuhan mereka begitu juga dengan orangtua, orangtua mereka seringkali memusuhi anak mereka karena kelakuan buruk anaknya. Contoh: mereka berasumsi bahwa anak mereka telah mencuri atau mabuk, berperilaku tak senonoh tanpa menanyakan terlebih dahulu di mana anak mereka sebelumnya. Atau sebaliknya, orangtua tidak melihat kesalahan apapun dari anak mereka sehingga anak mereka disiplin dengan cara yang plin-plan dimana ini mengindikasikan bahwa orangtua secara diam-diam menyetujui perilaku merusak si anak.
  4. Psychotic and organic delinquency. Dibawah ini adalah beberapa kejadian delinquent behavior yang diakibatkan oleh penyebab psikologis, yaitu: bentuk gejala neurotik, gangguan karakter antisosial, psikotik (contoh: schizophrenia (adanya persepsi tidak realistik terhadap lingkungan, pernyataan yang salah mengenai konsekuensi dari tindakan, dan terbatasnya kemampuan untuk mengontrol diri mereka kepada perilaku antisosial), dan gangguan otak (contoh: gangguan kurang perhatian, lemahnya kontrol impuls, rendahnya harga diri, adanya disfungsi otak pada lobus temporalis yang menghasilkan episode marah, dan perilaku antisosial).



Adapun faktor risiko delinquent behavior¸yaitu faktor kognisi sosial yang meliputi: Karakteristik hubungan keluarga, parenting skill, information-processing skill, keyakinan individual, hubungan teman sebaya, keluarga (sejarah keluarga dari perilaku bermasalah, masalah dalam pengaturan keluarga, konflik keluarga, sikap orangtua yang mendukung dan keterlibatannya dalam perilaku bermasalah), sekolah (perilaku awal dan menetap, kegagalan akademik dimulai pada akhir sekolah dasar, kurangnya komitmen untuk sekolah), individu atau teman sebaya (pengasingan dan kenakalan, teman yang mengajak untuk berperilaku negatif, sikap yang mendukung terhadap perilaku bermasalah, awal mula perilaku bermasalah, faktor konstitusional), dan komunitas (tersedianya senjata api, hukum dan norma komunitas masyarakat yang mendukung terhadap pengguna obat-obatan, senjata api, dan kejahatan, kurang tertarik pada tetangga dan ketidak-teraturan masyarakat, kekurangan ekonomi yang ekstrim). Sedangkan faktor protektif delinquent behavior, yaitu: communication skill, manajemen keluarga terhadap stress eksternal, mengubah norma sekolah terhadap penguatan untuk mengurangi agresi, dan jaringan teman sebaya prososial.

Selanjutnya, treatment yang tepat untuk anak dengan delinquent behavior dapat dilihat dari tingkat kecenderungannya berdasarkan tiga hal dibawah ini, yaitu:
  1. Sociological DelinquencyMengenai treatment, hal yang perlu diperhatikan adalah cara anak-anak berusaha untuk melawan perilaku antisosial tersebut yang fokusnya lebih pada prevensi (melalui perubahan sosial). Usaha ini meliputi: program tindakan sosial seperti organization of neighborhood citizen’s committees, job-upgrading project, home-study program, korps perlindungan pemuda, dan The Police Athletic League. Selain itu, treatment yang dapat dilakukan dapat berupa treatment psikologis, konseling, dan psikoterapi yang lebih fokus pada edukasional. 
  2. Characterological DelinquencySebenarnya anak dengan characterological delinguency sangat sulit untuk di treatment karena mereka jarang percaya dan mau mengenal orang lain, tidak bertanggung-jawab, dan antisosial. Oleh karena itu, butuh terapis yang paling berkompeten untuk menemukan cara yang tepat dalam memodifikasi perilaku delinquent tersebut.
  3. Neurotic DelinquencyIntervensi neurotic delinquents lebih fokus pada kebutuhan dimana mereka mencoba untuk menyampaikan perilaku masalah mereka. Para intervensi ini, terapis bekerja untuk membentuk hubungan treatment yang positif dengan cara mencari motif dari perilaku buruk mereka yang dapat menyebabkan konsekuensi negatif bagi diri sendiri, membuat pemahaman yang lebih konstruktif pada anak dengan cara memperoleh rasa hormat dari guru, teman sebaya, terutama orangtua. Peran orangtua ini sangat penting karena orangtua dari anak neurotic delinquent dapat membantu untuk memahami masalah perilaku anak mereka.



How to deal with Stress God's Way

Kata “Stress” adalah kata yang sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari terutama berkaitan dengan masalah yang kita hadapi. Sebenarnya stres adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mengancam individu dalam mengatasi segala bentuk stressor.
Stressor  yang dimaksud adalah hal, kejadian, peristiwa, situasi, dan orang dalam lingkungan kita yang mengancam atau merugikan diri kita atau menyebabkan stres (The Activators of Stress atau Pengaktif Stres).


Ada beberapa kategori stressor, yaitu:
  1. Cataclysmic Events: fenomena besar atau tibat-tiba terjadi, kejadian-kejadian penting yang memengaruhi banyak orang, seperti: bencana alam, dll.
  2. Personal Stressor: kejadian penting yang memengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti: krisis keluarga.
  3. Background Stressor: pertikaian yang biasa terjadi setiap hari, seperti: masalah pekerjaan atau rutinitas pekerjaan.

Ada dua macam stres yang sering kita hadapi dalam hidup kita: Pertama adalah distress [stres yang tidak menyenangkan bagi individu dan menimbulkan efek negatif, seperti: kecemasan, kesedihan, frustrasi, rasa kewalahan, atau ketidak-berdayaan], kedua adalah eustress [stres yang menyenangkan bagi individu dan menimbulkan efek positif, seperti: kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu].

Selanjutnya, kita akan melihat reaksi-reaksi stres:
    • Konsekuensi fisiologis: aktifnya saraf otonom yang membuat adrenalin memproduksi catecholamine, mempercepat aliran darah & detak jantung, meningkatkan aktivitas pernapasan & mengalami gangguan proses pencernaan, aktifnya sistem endokrin, kelenjar pituitari mensekresi hormon ACTH, kelenjar adrenalin memproduksi hormon corcosteroids (hormon yang merangsang pelepasan lemak & protein dalam sirkulasi tubuh sehingga dapat menambah energi), daya tahan tubuh menurun.
    • Respon kognitif: hasil proses penilaian tentang bahaya atau ancaman dari suatu kejadian, seperti: ketidak-mampuan berkonsentrasi, pikiran yang terganggu & berulang.
    • Respon emosi, seperti: takut, cemas, gembira, malu, marah, depresi, sikap tabah atau penolakan.
    • Respon perilaku, seperti: fight response (tindakan konfrontatif terhadap stressor) dan flight response (tindakan penarikan dari kejadian yang mengancam).


Berikut adalah tipe gejala individu yang mengalami stres:

  1. Gejala fisik, seperti: gangguan kepala (pusing, migraine), gangguan tidur (tidur tidak teratur, tidur terlantur, bangun terlalu awal), gangguan pencernaan (mencret, sulit BAB, sembelit), gangguan kulit (gatal-gatal), gangguan makan (berubah selera makan), gangguan saraf (bagian punggung, leher, dan bahu), kelelahan fisik (fatigue), gemetar, jantung berdebar-debar, dan nafas terengah-engah.
  2. Gejala emosional, seperti: gelisah, kuatir, cemas, takut, depresi, mudah menangis, sedih, marah, gugup, merasa tidak aman, mudah tersinggung, mudah menyerang orang, bermusuhan, penolakan, frustrasi, merasa tidak sanggup mengontrol diri sendiri.
  3. Gejala kognitif, seperti: susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan, dipenuhi oleh satu pikiran saja, hilang rasa humor yang sehat, produktivitas atau prestasi kerja menurun, mutu kerja rendah, bertambahnya jumlah kekeliruan dalam bekerja, dan prokrastinasi.
  4. Gejala interpersonal, seperti: kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari kesalahan orang lain, menyerang dengan kata-kata, mempertahankan diri, dan mendiamkan orang lain.


Jadi, bagaimana cara kita mengatasi stres? Sebenarnya kita sudah sering melakukan Strategy Coping Stress [cara individu menghadapi dan mengatasi stres termasuk permasalahan rutin yang terwujud dalam kemampuan individu untuk menjaga sikap, perilaku, dan emosinya]. Dalam hal ini, individu akan memilih sesuai dengan keinginannya strategi mengatasi stres mana yang kira-kira tingkat keberhasilannya paling tinggi untuk mengatasi stres dan masalah yang mereka hadapi. Ingatlah bahwa tiap-tiap orang memiliki cara mengatasi stres yang berbeda-beda sehingga kita tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti cara yang kita mau dengan tujuan hanya untuk membantu, tetapi kita dapat menyesuaikan cara yang akan kita sarankan sesuai dengan situasi dan kondisinya yang tentu saja harus rasional, solutif, dan efektif.

Berikut ada delapan jenis dalam strategy coping stress, yaitu:
  • Konfrontasi. Cara ini lebih digunakan oleh orang yang lebih agresif ketika akan memecahkan masalah dan mengatasi stres. Ia cenderung mengambil resiko ketika berhadapan dengan masalah tersebut.
  • Mengambil jarak terhadap masalah (Distancing). Orang yang menggunakan cara ini lebih cenderung mengambil jarak pada masalah. Ia terlihat menghindar tetapi sebenarnya yang ia lakukan adalah berusaha melupakan masalah tersebut dan menganggap bahwa masalah tersebut tidak seberat yang dibayangkan.
  • Penguasaan diri (Self controling). Orang yang menggunakan cara ini lebih menguasai atau mengontrol dirinya dulu (baik perasaan dan pikiran) ketika menghadapi masalah.
  • Mencari dukungan sosial (Seeking social support). Orang yang mengatasi masalah dengan cara ini adalah orang yang merasa bahwa perlu dukungan dari orang lain (baik secara moril maupun materiil) untuk mengatasi masalah yang dihadapi, seperti: dukungan dari keluarga, teman, sahabat, atau pacar.
  • Menerima sebagai tanggung-jawab (Accepting responsibility). Orang yang memilih cara ini biasanya akan menganggap bahwa masalah yang dihadapinya adalah suatu tanggung jawab dimana ia harus menyelesaikan masalah ini. Akan tetapi, apabila individu menghadapi masalah yang membuat dirinya distress, maka ia akan selalu terpacu untuk mencari jalan keluar dan efek negatifnya jika hal itu dilakukan berlarut-larut, seringkali ia akan menjadi putus asa dan pesimis.
  • Menghindar (Escape – Avoidance). Biasanya ini adalah salah satu opsi yang sering dipilih oleh seseorang dalam menyelesaikan stres yang dihadapi. Sayangnya, tidak semua masalah akan terpecahkan bila kita menghindar, karena kita cenderung lari dari kenyataan, cenderung menunda keputusan penting, dan cenderung menjadi orang yang tidak bertanggung-jawab.
  • Penyelesaian masalah yang terrencana (Planful problem solving). Cara ini cukup efektif dalam menyelesaikan masalah karena individu dengan penuh pertimbangan akan mengidentifikasi alternatif solusi yang ada, termasuk teliti untuk melihat konsekuensi negatif atau positif apa saja yang ada dalam alternatif solusi yang kita buat dan kita perlu waspada ketika kita menerapkan solusi yang sudah kita putuskan.
  • Melihat dari segi positif (Positive reappraisal). Biasanya orang yang menggunakan cara ini akan melihat sisi positif dengan mengambil hikmah ketika ia memandang masalah.

Mari kita lihat apa yang Alkitab katakan mengenai stres dan apa obat stres yang diberikan oleh Tuhan Yesus.
Dalam Yakobus 1: 2-4, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan, dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu mejadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun”. Hal pertama adalah kita perlu melihat tujuan Tuhan Yesus dalam setiap persoalan yang kita hadapi. Dalam firmanNya, kita diingatkan untuk menganggap persoalan yang kita hadapi sebagai kebahagiaan karena persoalan tersebut menghasilkan sesuatu yang positif bagi diri kita. Perlu kita sadari bahwa Tuhan Yesus ingin mengembangkan buah roh yang ada dalam diri kita dalam setiap peristiwa yang kita alami dan hal yang perlu kita ingat juga bahwa Tuhan Yesus tidak memberikan masalah yang tidak mampu kita kontrol. Coba kita perhatikan Rasul Paulus, ia mengalami banyak kesulitan hidup tetapi karena fokusnya berorientasi pada perspektif Tuhan, ia mampu mengatasi kesulitan hidupnya dengan sukacita. Perkataan Rasul Paulus, “… meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya…”.
Sebagai anak Tuhan, kita juga perlu menggunakan waktu kita bersama Tuhan dengan cara berdoa karena dengan berdoa, kita dapat mengalami kehadiranNYA dalam kehidupan kita. Banyak orang berdoa agar situasi yang membuat mereka stres diubahkan oleh Tuhan, tetapi sebenarnya doa memiliki kekuatan untuk mengubah kepribadian kita daripada situasi kita.
Firman Tuhan juga mengingatkan kita untuk menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, karena dari situ terpancar kehidupan. Ayat Firman Tuhan lain juga mengatakan bahwa Damai sejahtera dari Tuhan Yesus diberikan kepada kita sehingga kita tidak perlu gentar dan gelisah. Oleh karena itu, kita perlu menjaga hati dan pikiran kita untuk melawan hal-hal yang negatif dan membuat kita menjadi tidak bersemangat atau putus asa.
Memang kita seringkali merasa bahwa kita tidak mampu memahami kehendak Tuhan, tetapi Tuhan Yesus melalui Firman-Nya sudah cukup memberikan informasi kepada kita tentang karakter-Nya bahwa ketika kita tidak kuatir, kita dapat bersandar pada janji Tuhan Yesus bahwa ia tidak akan meninggalkan kita.
Dalam Mazmur 90: 12, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”. Seringkali kita kurang bijak dalam mengatur aktivitas kita karena kita lebih mengutamakan hal-hal yang tidak penting dan bukan prioritas hidup kita padahal yang seharusnya kita lakukan adalah mengerjakan hal-hal yang penting dan yang menjadi prioritas hidup kita. Kita diberikan oleh Tuhan pilihan dalam hidup, oleh karena itu, habiskan waktu dan energi kita untuk belajar mengatakan “TIDAK” pada hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting.
Ingatkah anda pada ayat Firman Tuhan yang mengatakan, “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.” Terkadang ketika mengalami stres, kita menolak menerima batasan kita sehingga tanpa kita sadari hal inilah yang menyebabkan kita mengalami penyakit akibat stres. Ketika kita merasa capek, itu adalah peringatan bahwa kita harus menerima batasan kita bahwa kita hanyalah manusia yang butuh istirahat, makan, tidur, dan relaks.
Selanjutnya, resep dari Tuhan Yesus adalah Tuhan Yesus ingin menanamkan kepada kita hati yang penuh ucapan syukur. Firman Tuhan berkata, “mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah didalam Kristus Yesus bagi kamu.” Hal yang perlu kita lakukan adalah menghitung berkat Tuhan dalam hidup kita. Jika kita melakukan hal ini, maka kita akan lebih positif dan berhenti melakukan hal-hal yang negatif.

Akhir dari artikel ini mengingatkan kita bahwa stres berpengaruh pada tubuh, pikiran, dan jiwa kita sehingga kita perlu melindungi tubuh kita dengan istirahat yang cukup, olahraga teratur, makan yang cukup, kita juga perlu melindungi pikiran kita dengan berpikir benar, menolak membesarkan hal-hal yang kecil, dan buatlah skala prioritas bagi hidup kita, serta kita juga perlu melindungi jiwa kita dengan bersandar pada Tuhan Yesus, merenungkan Firman-Nya, dan berdoa.




Monday, 12 August 2013

Explanation about Sibling Rivalry

SIBLING RIVALRY


Dalam sebuah keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, seberapa sering anda melihat anak-anak tersebut bertengkar? Terkadang hal tersebut terjadi akibat adanya kecemburuan atau persaingan yang terjadi diantara saudara kandung. Hal ini disebut Sibling Rivalry.

Sibling Rivalry terjadi apabila anak merasa dirinya telah kehilangan kasih sayang dan merasa saudara kandung adalah saingan bagi dirinya dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang orangtua.

Mari kita lihat, seperti apakah ciri khas dari seorang anak yang mengalami sibling rivalry?
  1. Terlihat adanya persaingan dan iri hati terhadap saudaranya.
  2. Onset terjadi selama beberapa bulan setelah kelahiran adik (terutama adik langsung).
  3. Mengalami masalah emosional yang melampaui taraf normal dan berkelanjutan, dapat berbentuk regresi dengan hilangnya beberapa keterampilan yang telah dimiliki (seperti: pengendalian buang air besar dan buang air kecil) dan memiliki tendensi berperilaku seperti bayi.
  4. Mengalami masalah psikososial.
  5. mengalami gangguan tidur dan memiliki keinginan yang besar untuk memperoleh perhatian orangtua, terutama saat hendak tidur.
Apa yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry?
  1. Kelahiran Adik Baru
  2. Protes dari sang kakak atau adik
  3. Kemarahan orangtua

Seperti apakah bentuk-bentuk dari sibling rivalry?
  1. Reaksi bersifat langsung, seperti: menggigit, mencakar, menendang, dll.
  2. Reaksi bersifat tidak langsung, seperti: mengompol, pura-pura sakit, dll.


Perlu kita ketahui bahwa jika hal ini tidak dapat diatasi dengan baik, maka dampaknya akan kita lihat hingga dewasa. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan, misalnya dengan memberikan perhatian dan cinta yang sama pada semua anak, bersikaplah netral ketika anak anda bertengkar, kembangkan judge skill anda saat mendengarkan anak anda complaint, mengajarkan anak untuk selalu berbagi, jangan pernah membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lain karena dapat berdampak negatif pada self-esteem anak serta self-concept anak, jangan menjadikan anak pertama (si kakak) sebagai pengasuh adiknya - perlakukan anak pertama (si kakak) sesuai dengan tahap perkembangan dan ajarlah si kakak untuk mengasihi adiknya, buatlah pembagian tugas rumah untuk masing-masing anak, dan kembangkan serta ajarkan anak untuk bersikap empati terhadap saudaranya yang lain.